Rabu, 07 Desember 2011

CERMIN ( cerita rakyat miskin Indonesia )



            Saat Negara ini semakin maju , semakin berkembang , semakin banyak orang yang berjaya di setiap karirnya saat dia menjadi presiden , saat dia menjadi seorang mentri , saat dia menjadi seorang wakil rakyat ,saat dia menjadi seorang pengusaha sukses , saat dia menjadi seseorang yang terpandang di Negara ini. Apakah ada sebuah lintasan kecil di hatinya masih ada dia , dia , dia seorang yang hidup diantara puing-puing kehidupan yang mungkin sangat miris untuk dibandingkan oleh mereka .
            Sebuah gubuk kardus kotak 3 x 4 m yang mungkin tak pantas disebut sebuah rumah yang layak untuk di tinggali oleh seorang anak perempuan berumur 16 th yang bernama kartini dan seorang adiknya (10 th) yang bernama  dewi sartika. Enam belas tahun telah berlalu mereka menghuni berdua di gubuk reyot setelah sepeninggalnya kedua orang tuanya yang mungkin dulu mereka mempunyai kasih sayang yang lebih dari kedua orang tuanya. Walaupun mereka hanya keluarga yang serba tidak kecukupan. Saat kedua orang tuanya masih hidup mereka telah diajarkan sebuah arti kehidupan yang harus mereka lakukan dan telah ditanamkan sebuah semangat kehidupan untuk bekal mereka hidup. Sebuah semangat yang akan selalu mereka ingat dan mungkin akan mereka perjuangkan dikemudian hari , yaitu semangat untuk saling tolong menolong sesama dalam keadaan apapun dan semangat yang harus mereka jadikan tombak untuk tidak mudah menyerah oleh kikisan kehidupan yang semakin berat untuk dijalani.
            Walaupun kartini dan sartika hidup dibawah garis kemiskinan mereka tetap semangat untuk bersekolah, kartini bersekolah di salah satu SMA  N di kota Jakarta yang mungkin sekolah itu jika dibandingkan dengan sekolah-sekolah di Jakarta sangat tidak layak pakai karena gedung-gedungnya yang mulai mengeropos dan muridnya pun sekarang hanya tinggal 10 siswa perkelas. Karena tidak diminati oleh siswa-siswa yang mampu bersekolah di sekolahan lebih dari sekolah tersebut. Tapi apa boleh buat kartini dan teman-temanya masih bersukur dapat bersekolah di SMA tersebut   dan adiknya sartika bersekolah di SD negeri yang keadaan gedungnya pun tidak jauh parahnya dengan gedung SMA kartini. Miris rasanya mendengar itu semua yang disisi lain ada sebuah rencana para “wakil rakyat” yang akan menghabiskan dana yang tidak sedikit untuk membangun gedung baru DPR, padahal gedung DPR yang lama masih sangat layak untuk digunakan. Apakah mereka tidak pernah memikirkan hal-hal seperti itu. Apakah sebaiknya daripada uang tersebut dihambur-hamburkan hal sepele sebaiknya untuk membangun gedung-gedung sekolah yang masih banyak membutuhkan dana untuk pembangunan?
            Kartini dan sartika  berjualan makanan di pinggir jalan untuk memenuhi kehidupanya dan membayar biaya sekolah. Kartini ingin meneruskan cita-cita kedua orang tuanya dan kata-kata harapan sederhana yang keluar dari mulutnya “jika saya sukses nanti, saya akan membantu saudara-saudara saya yang mungkin kini berkehidupan seperti saya” hal mulia yang pantas kita amini untuk mereka. Kata-kata tersebut semangat kartini yang setiap hari harus bangun jam 04.00 WIB untuk tidak lupa bersembahyang dan membuatkan makan untuk adiknya dan dirinya sebelum berangkat sekolah. Kartini biasa bersekolah sampai pukul 13.00 WIB. Di sekolah kartini termasuk murid yang kritis untuk bertanya tentang politik dan kegiatan-kegiatan pemerintah. Dia juga sangat suka sekali jika gurunya telah membahas tentang kehidupan di negri ini. Kartini termasuk murid yang berprestasi di kelasnya ,dia selalu menjadi juara kelas.
            Setelah sepulang sekolah kartini tidak langsung main seperti anak-anak lainya , kartini dan adiknya harus berjualan makanan ringan di pinggir jalan. Mereka menyusuri jalan raya dengan terik matahari yang menyengat kulit tipisnya. Kadang kala ada saja rizky yang datang untuk mereka yaitu mungkin melihat kedua anak itu ada orang yang merasa iba dan memberikanya sedikit uang. Setelah kira-kira matahari telah terbenam kedua kakak adik itu bergegas pulang. Malam hari itu kartini dan sartika belajar dengan sebuah cahaya kecil dari lampu 5 watt yang terpasang diatasnya. Saat kartini membaca-baca koran bekas yang didapatnya dia membaca tentang penggusuran rumah-rumah di pinggiran bantaran kali yang dilakukan oleh satpol pp. “dek semoga saja kita tidak mengalaminya ya “ kata kartini kepada sartika
            Keesokan harinya saat kartini membuatkan sarapan pagi sartika tiba-tiba terdengar suara ramai-ramai dan gemuruh dari luar, setelah kartini keluar tidak disangka-sangka ternyata telah banyak petugas satpol pp yang bersiap menggusur rumah-rumah di sekitar tempat tinggal kartini termasuk gubuknya tersebut. Warga-warga sekitarnya telah pasrah melihat semuanya yang akan diperbuat oleh satpol pp. Kartini merasa kasihan terhadap warga-warganya yang menyerah tanpa sedikit usaha untuk mempertahankan. Kartini mulai berteriak “pak apakah kalian tega menggusur perkampungan ini?apakah kalian akan menambah beban hidup kami yang semakin susah ini?” membela mempertahankan tempat tinggalnya tersebut.
“Percuma saja karena lahan ini akan didirikan sebuah tempat perbelanjaan mewah yang akan dibagun untuk pegawai pemerintahan dan orang-orang terkaya di Negara ini dan siapapun yang terkena penggusaran tidak akan pernah mendapatkan ganti rugi 1% pun.”kata seorang petugas satpol pp.
            Setelah mendengar perkataan itu kartini mulai meneteskan air matanya …dalam pikirannya pun campur aduk antara takut ingin membela mempertahankan perkampungannya atau menyerah tanpa usaha apapun.
“Jika aku hanya menangis dan menangis tanpa arti dan hanya berdiam diri semua itu akan hilang dalam sekejap, mesin-mesin penghancur rumah tersebut akan meratakan perkampunganku, walaupun rumahku hanya sekedar gubuk kecil tetapi rumah itu telah memberikanku banyak kenangan dan pengalaman hidup.”
            Dengan hati yang pekak dan keringat yang mengelucur kartini memberanikan diri dengan berkata “kami akan tetap bertahan meski kalian akan menhancurkan semuanya !!”
            Tapi perkataan kartini tidak dihiraukan sama sekali oleh petugas satpol pp, mereka menarik warga termasuk kartini yang mencoba menghalang-halangi menghancurkan perkampungan tersebut. Apa daya dalam kurang lebih 20 menit di depan mata mereka kampong itu telah rata dengan tanah.
“huhh ya sudahlah dek hari ini adalah hari terakhir kita di sini , kita masih punya kehidupan panjang yang harus kita jalani “ kata kartini kepada sartika
            Setelah kejadian itu kartini dan sartika hidup  tak menentu , mereka kadang tidur di kolong jembatan, di depan-depan lataran toko. Malam itu kartini berfikir
“kenapa aku tidak menyalurkan aspirasi teman-temanku kepada orang tertinggi di Negara ini?”
Meski sulit mungkin itu jalan yang akan ditempuh kartini…..malam itu kartini membuat sebuah aspirasi yang ada dipikirannya ia tulis semua. Apapun yang ia alami dan ia rasakan selama ini akan ia bacakan untuk memperjuangkan hak-hak yang harus didapat ia dan teman-temannya sebagai warga Indonesia. Keesokan paginya kartini mengajak adiknya sartika untuk mengumpulkan warga yang ingin menyalurkan aspirasinya di depan kantor DPR/MPR di Jakarta. Mereka berjalan dari bekas perkampungannya ke depan kantor sekitar 30 menit meski capek , mereka tidak akan menyerah untuk melakukan itu semua karena mereka berhak untuk menyalurkan aspirasinya.
            Sesampainya di sana Kartini dengan sisa-sisa tenaga yang dimilikinya pun beraksi
“Maaf jika kita mengganggu dan mungkin kita tak berarti bagi kalian, atau mungkin kita tak pantas di depan mata kalian. Tapi dengan ini kita membela ingin mengambil hak-hak kita yang telah dirampas… saya tahu jika saya terlalu kecil untuk mengetahui bagaimana memperjuangkan sesuatu tapi dengan semua yang telah kalian lakukan kepada kami saya ingin sampaikan. Apakah kalian tahu ?kami rakyat kecil yang selalu tetindas pak?apakah kalian tahu kita hidup dibawah baying-bayang kemiskinan?kita menunjukan kaian sebagai wakil rakyat kami berharap untuk membela kami , untuk memperbaiki nasib kami tapi apa apakah kalian melakukannya ? yang kami rasakan TIDAK..kalian hanya semakin menghancurkan dan membuat kami semakin susah. Apakah kalian tahu itu ?tujuan kesini satu hanya ingin kembalikan rumah kami yang telah digusur untuk pembangunan tempat perbelanjaan mewah dan sama sekali tidak akan diganti. Apakah kalian tidak memikirkan kami , kami sudah hidup susah dengan semua ini. Sedangkan kalian hanya menghambur-hamburkan uang rakyat untuk katanya study banding ke luar negri , tapi apa hasilnya? Hanya berliburan saja. Kalian akan membuat gedung baru yang biayanya tidak sedikit padahal gedung kalian masih sngat layak untuk dipakai. Apakah kalian tidak memikirkan kami rakyat kecil yang tinggal di sebuah gubuk yang tidak layak pakai ?apakah kalian tidak sadar masih banyak orang miskin dinegri ini yang membutuhkan tangan kalian bapak-ibu wakil rakyat?apakah kalian telah memenuhi janji-janji kalian yang diucapkan saat berdemokrasi menjadi calon anggota DPR/MPR? Kami tidak menuntut lebih dari kalian tapi kami hanya ingin hak-hak kami kembal. Semoga bapak-ibu yang terhormat mendegar kami.”
            Saat kartini sedang mengungkapkan aspirasinya ada sebuah stasiun televise yang tertarik padanya untuk mengundangnya ke acara berita stasiun tv tersebut. Seorang wartawan pun menawarkan kartini untuk datang keacaranya. Dengan sangat gembira kartini menerima tawaran tersebut.
            Setelah beraspirasi kartini dan rombongan warga bergegas pulang dan menunggu respon dari pejabat tinggi yang mendengarkan aspirasinya. Tapi sore itu kartini dan sartika langsung menuju ke stasiun tv yang mengundangnya tadi. Disana kartini disuruh untuk  menyalurkan aspirasinya yang ia perjuangkan. Dengan hati yang senang kartini menjelaskan apa yang terjadi dan ia berharap bapak presiden mendengarkannya dan membantunya untuk mengembalikan kampungnya yang telah digusur.
            Sekitar lima hari berlalu kartini mendengar kabar bahwa ternyata aspirasinya yang di stasiun televisi kemarin didengar oleh presiden. Dan ditanggapi baik oleh presiden, presiden pun mengutus DPR untuk menyelesaikan masalah penggusuran itu dan mengganti semua kerugian yang dialami oleh kampong tersebut. Setelah mendengar kabar baik itu kartini dan warga yang terkena gusur sujud syukur karena perjuangannya selama ini tidak sia-sia.
            Kabar itu ternyata benar keesokkan harinya bahwa ada utusan DPR yang mengganti semua kerugian yang mereka alami. Warga termasuk kartini menerima ganti rugi 100% yang langsung mereka dapatkan saat itu juga. Kartini pun bergegas mengajak sartika untuk mencari tempat tinggal baru. Yang selama setelah kejadian penggusuran tersebut mereka tinggal tidak menentu.
“dek sekarang kita telah memiliki tempat tinggal baru yang mungkin layak untuk kita tinggali dari pada yang kemarin,kejadian kemarin adalah pembelajaran untuk kita yang kita jadikan sebagai guru kehidupan untuk hidup yang lebih baik.”kata kartini kepada adiknya
            Pengalaman kartini tersebut dapat kita jadikan sebagai landasan kehidupan yang lebih baik dari sebelumnnya dan mengingatkan kita jika kita menjadi seorang yang memiliki jabatan terpenting di negara ini untuk tidak semena-mena kepada rakyat kecil dan seperti pepatah “kacang lupa kulitnya” yaitu saat membutuhkan ia sanjung-sanjung tapi saat ia telah di atas angin menindas semua yang ada di depannya.
NAMA : RINA ZULISTIN
KELAS : XA

0 komentar:

Posting Komentar